ELINE.NEWS,Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan perusahaan asuransi agar tidak memanfaatkan reasuransi hanya sebagai tempat membuang risiko yang dianggap tidak menguntungkan.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menegaskan bahwa pembagian risiko ke reasuransi bukan berarti perusahaan hanya menyalurkan risiko yang buruk dan menyimpan yang baik. Menurutnya, tujuan utama reasuransi adalah mendorong pertumbuhan industri dengan kapasitas yang lebih besar.
“Kenapa Bapak-Ibu share (risiko)? Supaya kapasitas Bapak-Ibu lebih besar. Bukan berarti Bapak-Ibu kemudian buang yang jelek-jelek kemudian ditahan semua yang bagus-bagus,” kata Iwan dalam Dialog Indonesia Re di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Direktur Teknik dan Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero), Delil Khairat, menambahkan bahwa reasuransi merupakan alat strategis untuk pengelolaan modal. Ia menjelaskan, melalui reasuransi, perusahaan asuransi seolah meminjam modal dari perusahaan reasuransi untuk menanggung risiko yang lebih besar.
“Makin besar risiko dia tahan, makin gede kapital yang diperlukan. Tapi karena kapital dia terbatas, sebagian risiko itu dia transfer ke reasuransi. Artinya dia minjam kapital reasuransi untuk meng-cover risiko lebih besar,” jelas Delil.
Menurut Delil, hal ini semakin relevan di tengah tekanan permodalan industri asuransi, terutama setelah diberlakukannya aturan POJK No. 23 Tahun 2023 yang memperketat ketentuan modal perusahaan asuransi.
Peraturan tersebut antara lain mengatur peningkatan modal disetor bagi perusahaan baru Rp1 triliun untuk asuransi dan Rp2 triliun untuk reasuransi serta penyesuaian ekuitas minimum bagi perusahaan yang sudah ada, yakni Rp250 miliar untuk asuransi dan Rp500 miliar untuk reasuransi. Tujuan utama dari regulasi ini adalah memperkuat ketahanan industri perasuransian di Indonesia.(*)













