ELINE.NEWS,Jakarta – Di tengah tekanan besar untuk menjaga keseimbangan pasar yang semakin dinamis, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menutup paruh pertama tahun 2025 dengan sejumlah capaian penting. Mulai dari denda triliunan rupiah hingga reformasi kemitraan UMKM, KPPU mempertegas fungsinya sebagai garda depan dalam menjaga iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
KPPU juga menegaskan bahwa target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen hanya dapat dicapai apabila Indeks Persaingan Usaha meningkat secara signifikan—dari 4,95 pada tahun lalu menjadi 6,33 sebagai tolok ukur baru.
Penegakan Hukum: Etalase Kinerja Utama
Hingga akhir Juni 2025, KPPU telah menjatuhkan 6 Putusan dan 1 Penetapan, dengan total denda lebih dari Rp220 miliar. Putusan paling menonjol adalah perkara praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan Google Play Store, yang dijatuhi denda Rp202,5 miliar—angka tertinggi semester ini.
Selain itu, persekongkolan tender PDAM Lombok Utara dijatuhi denda Rp12 miliar. Hingga kini, 9 perkara masih dalam proses persidangan, dan 2 perkara menunggu sidang dimulai, termasuk dugaan kartel suku bunga pada 97 platform fintech dengan nilai pasar Rp1.650 triliun. Sidang perdana kasus ini dijadwalkan berlangsung pada pekan kedua Agustus mendatang.
Merger dan Akuisisi: Konsolidasi Pasar Meningkat
Selama semester ini, KPPU menerima 63 notifikasi transaksi merger dan akuisisi dengan total nilai Rp244,05 triliun. Aktivitas didominasi sektor transportasi-logistik, energi, teknologi, dan keuangan. Salah satu kasus penting adalah akuisisi Tokopedia oleh TikTok Nusantara, yang disetujui secara bersyarat oleh KPPU pada 17 Juni 2025, setelah seluruh syarat (remedial) dipenuhi oleh pihak TikTok.
Advokasi Kebijakan dan Program Kepatuhan
Dalam peran advokasi, KPPU telah merumuskan 3 saran dan pertimbangan, termasuk rencana Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk benang filamen, serta pengawasan layanan internet dalam katalog elektronik pemerintah.
KPPU juga terus mendorong penggunaan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan dan penguatan program kepatuhan pelaku usaha. Hingga saat ini, tercatat 59 program kepatuhan, dengan 21 di antaranya sudah mendapatkan Penetapan KPPU.
Pengawasan Kemitraan: Perlindungan UMKM Diperkuat
Dalam fungsi pengawasan kemitraan, KPPU menyelidiki 10 laporan, terutama dari sektor perkebunan sawit dan transportasi daring. Di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah, reformasi tata kelola kebun plasma sawit berhasil difasilitasi dan berdampak langsung pada lebih dari 1.600 petani mitra melalui transparansi laporan, pendampingan teknis, dan penguatan perjanjian.
Kontribusi Fiskal dan Kendala Eksekusi
Dari sisi kontribusi fiskal, semester ini KPPU mencatat realisasi PNBP dari denda sebesar Rp22,8 miliar, dengan total akumulasi sejak tahun 2000 mencapai Rp825,34 miliar. Tingkat keberhasilan penagihan mencapai 75,6 persen.
Namun, terdapat 114 Putusan senilai Rp265,49 miliar yang belum tereksekusi, menjadi pekerjaan rumah dalam efektivitas eksekusi hukum.
Krisis Anggaran dan Ancaman Terhadap Kinerja
Ironisnya, di tengah peningkatan beban kerja, pagu anggaran KPPU untuk tahun 2026 dipotong 35,18 persen, menandai tahun ketiga berturut-turut pemangkasan anggaran. Bahkan, tidak terdapat alokasi untuk kegiatan advokasi dan penegakan hukum.
Kondisi ini mengancam efektivitas program pengawasan serta memperlemah posisi strategis KPPU dalam menghadapi struktur pasar yang makin terkonsentrasi dan kompleksnya ekonomi digital.
Fokus Riset dan Tantangan ke Depan
Berbagai tantangan ke depan tengah dipetakan KPPU, antara lain:
Predatory pricing produk tekstil impor via e-commerce
Dominasi jaringan midstream LPG
Konsolidasi perbankan lokal (BPR-BPRS)
Sementara itu, dua survei indeks tengah digarap, yakni Indeks Persaingan Usaha Nasional (tahun ini mencakup seluruh provinsi termasuk 5 DOB Papua) dan Indeks Kemitraan UMKM.
Penguatan Lembaga Adalah Keharusan
Dengan lanskap pasar yang semakin terdistrupsi, KPPU menghadapi dilema antara memperkuat kapasitas lembaga dan mempertahankan independensi di tengah tekanan politik dan ekonomi.
Jika Indonesia serius mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan 8 persen, maka penguatan tata kelola persaingan usaha adalah keniscayaan. Tanpa otoritas yang kuat, inklusif, dan dibiayai secara layak, dominasi pasar oleh segelintir pelaku besar bisa mengancam UMKM dan pemerataan hasil pembangunan nasional.(*)













