ELINE.NEWS, Makassar – Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Karta Jayadi akhirnya angkat bicara mengenai kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret namanya. Ia menegaskan memilih diam karena meyakini seluruh laporan terhadap dirinya tengah berproses di lembaga penegak hukum.
“Saya diam karena kebenaran adanya di APH. Polda, Kejati, maupun PTUN,” kata Karta saat dikonfirmasi, Jumat (31/10).
Ia juga menyampaikan bahwa laporan balik yang diajukan pihaknya terhadap dosen berinisial Q masih berproses di Polda Sulawesi Selatan.
“Masih berproses,” kata Karta singkat.
Terkait anggapan publik yang menilai proses hukum berjalan lambat, Karta enggan menilai. Ia menegaskan hal tersebut sepenuhnya menjadi ranah aparat penegak hukum.
“Saya kira lambat cepatnya proses itu ranah APH. Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan,” ucapnya.
Meski namanya dikaitkan dengan kasus sensitif, Karta mengaku tak dapat memengaruhi pandangan sivitas akademika UNM terhadap dirinya. Ia menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada publik dan civitas kampus.
“Saya tidak bisa mempengaruhi civitas, tetapi dengan performance saya selama ini, mereka masing-masing punya pendapat terhadap kasus yang ada. Biarlah mereka menilai sesuai data, fakta, dan dokumen yang sebenarnya,” tutur Karta.
Sebelumnya, dosen UNM berinisial Q melaporkan dugaan pelecehan ke Polda Sulsel dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Selain itu, seorang mahasiswi UNM juga disebut membuat laporan serupa ke kementerian. Namun hingga kini, belum ada perkembangan signifikan dari kedua lembaga tersebut.
Kasus ini turut mendapat perhatian luas di kalangan mahasiswa. Akun meme kampus @mekdiunm memprakarsai gerakan solidaritas digital dengan mengajak akun meme universitas lain di Indonesia untuk mengawal proses hukum dan menyerukan transparansi penanganan kasus.
Gerakan ini kemudian mendapat dukungan dari sejumlah akun kampus seperti @unesatire (Universitas Negeri Semarang), @unounhas (Universitas Hasanuddin), dan @uin.sgdawg (UIN Bandung). Fenomena tersebut memperlihatkan peran media alternatif mahasiswa dalam mengawal isu-isu sensitif di lingkungan akademik.













