ELINE.NEWS,Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus keracunan yang menimpa ribuan siswa. Untuk meredam risiko serupa, muncul wacana adanya asuransi khusus yang dapat mendukung keberlangsungan program prioritas Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Iwan Pasila, menyampaikan bahwa pihaknya masih terus berdiskusi terkait mekanisme dukungan asuransi di MBG. Ia menegaskan, pembahasan masih berada dalam tahap proposal awal, dan sejumlah aspek menjadi sorotan utama.
“Kan memang pertanyaan pemerintah juga gimana coverage (perlindungan) asuransinya, apa yang mau di-cover itu kan penting,” jelas Iwan selepas Dialog Indonesia Re di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Iwan menambahkan, OJK menekankan pentingnya perluasan pengelolaan risiko di seluruh ekosistem MBG, sehingga penerapannya tidak hanya sebatas pada pembayaran premi. “Jadi kita nggak mau asuransi ada cuma jadi kayak tambah biaya. Harus ada nilai tambahnya. Gimana dia kelola risiko,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengatakan bahwa Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) tengah menyusun proposal awal dukungan asuransi untuk program MBG.
“Asosiasi telah mengidentifikasi berbagai risiko yang dihadapi, mulai dari bahan baku, distribusi, hingga konsumen. Sudah diidentifikasi beberapa risiko, misalnya food poisoning atau keracunan, risiko kecelakaan, maupun risiko satuan pelayanan pemenuhan gizi,” ungkap Ogi dalam Konferensi Pers RDK OJK, Jumat (9/5/2025).
Isu keracunan dalam program MBG sebelumnya menimbulkan kehebohan nasional. Lebih dari 1.000 anak di Jawa Barat dilaporkan mengalami keracunan makanan yang disajikan melalui program ini.
Praktisi Kesehatan Masyarakat, dr. Ngabila Salama, menilai kasus tersebut sudah tergolong kejadian luar biasa (KLB). Ia menekankan, hanya dengan dua kasus gejala keracunan makanan di suatu tempat sudah cukup untuk dikategorikan sebagai KLB.
Ia menyarankan agar seluruh penyedia layanan MBG wajib memiliki sertifikat layak higienitas dari Dinas Kesehatan melalui puskesmas setempat. “Dengan demikian dapat dipastikan bahan olahan semua sehat, bersih, sesuai standar, termasuk cara penyimpanan bahan baku, suhu penyimpanan, cara pengolahan mulai mencuci, memotong, memasak, hingga pengemasan, distribusi, dan penyajian. Kebersihan alat makan yang digunakan juga harus diperhatikan,” tegasnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (26/9/2025).
Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa makanan dari program MBG sebaiknya dikonsumsi langsung di sekolah dan tidak dibawa pulang. Hal ini untuk mencegah kontaminasi serta memperpendek jeda waktu antara proses masak dengan konsumsi oleh siswa.(*)













