ELINE.NEWS,JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa PT Kimia Farma Diagnostika (PT KFD) tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pelaksanaan hubungan kemitraan dengan mitra dokter umum dan dokter gigi. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi untuk perkara Nomor 14/KPPU-K/2023 tentang Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan Bagi Hasil di Sektor Pelayanan Kesehatan antara PT Kimia Farma Diagnostika dan Mitra Dokter Umum/Gigi pada hari Senin, 26 Mei 2025 di Kantor KPPU,Jakarta.
Putusan dibacakan oleh Majelis Komisi yang terdiri dari Dr. Rhido Jusmadi, S.H., M.H. sebagai Ketua, serta Dr. Ir. M. Fanshurullah Asa dan Moh. Noor Rofieq, S.T. sebagai Anggota. Perkara ini bermula dari inisiatif KPPU yang meneliti perjanjian kerja sama antara PT Kimia Farma Diagnostika dengan para dokter mitra. Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah hubungan tersebut memenuhi kriteria kemitraan sebagaimana diatur dalam UU No.20 Tahun 2008, yang melarang usaha besar menguasai UMKM dalam hubungan kemitraan yang tidak sehat. Objek perkara mencakup perjanjian praktik dokter umum dan dokter gigi, perjanjian pemakaian alat dan bahan medis habis pakai, dan klausul-klausul pengaturan kerjasama profesi dalam pelayanan kesehatan.
Selama proses tersebut, KPPU telah mengeluarkan tiga Peringatan Tertulis kepada PT KFD untuk melakukan perbaikan terhadap substansi perjanjian kemitraan. Namun, perbaikan tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh PT KFD, sehingga perkara dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan. Dalam proses persidangan yang terbuka untuk umum, Majelis Komisi memeriksa berbagai bukti, saksi dari kedua belah pihak, serta ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran.
Berdasarkan pemeriksaan, Majelis Komisi menilai bahwa bentuk kerja sama antara Kimia Farma Diagnostika dengan para dokter mitra bukan merupakan hubungan kemitraan dalam konteks UU UMKM, melainkan kontrak profesional berdasarkan kesepakatan bersama yang bersifat imbal jasa dan tidak melibatkan pembinaan usaha, alih keterampilan, atau penanaman modal sebagaimana disyaratkan dalam pola kemitraan UMKM. Majelis juga mempertimbangkan bahwa tidak ada upaya menguasai atau memiliki yang dilakukan oleh PT KFD terhadap praktik dokter mitra. Para dokter tetap menjalankan praktik secara profesional dengan imbal hasil yang disepakati, tanpa ada intervensi terhadap kepemilikan usaha atau aset para dokter tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta dan bukti persidangan, Majelis Komisi memutuskan bahwa unsur pelanggaran Pasal 35 ayat (1) tidak terpenuhi. Oleh karena itu, PT KFD dinyatakan tidak bersalah dalam perkara ini.(*)